Connect with us

Hukum

Kepala Panitera PN Tangerang dilaporkan ke Polres Metro Tanggerang Kota

Published

on

 Infomoneter.co, Diduga melakukan pemalsuan surat salinan putusan Mahkamah Agung (MA) No 597/Pid/2018, Kepala Panitera Pengadilan Negeri (PN) Tanggerang dilaporkan ke Polres Metro Tanggerang Kota oleh kuasa hukum Sriwitan lee, Robert Sirait SH.

Advertisement

Tak hanya itu, di waktu yang sama, Robert juga melaporkan dugaan pemalsuan surat berupa kepemilikan KTP lebih dari yang dilakukan oleh Ng Min Hong alias Minanto Wiyono.

Laporan diterima petugas Polres Metro Tanggerang Kota pada pukul 17.30 WIB tertanggal (4/3). Atas laporan tersebut, Polres Metro Tanggerang kemudian menerbitkan 2 Tanda Buti Laporan. Pertama (TBL/B/204/III/2020/PMJ/Restro Tanggerang Kota) dengan terlapor Y dkk dan yang kedua (TBL/B/205/III/2020/PMJ/Restro Tanggerang Kota) dengan terlapor Ng Min Hong alias Minanto Wiyono.

Robert melaporkan oknum PN Tanggerang tersebut karena adanya dugaan pemalsuan surat atau dokumen negara yang mekanisme pengiriman dan isi salinan putusan MA dinilai tidak sesuai aturan main, sehingga merugikan kliennya.

Advertisement

”Laporan ke Polres Metro Tangerang Kota sudah kami kirim pada Rabu (4/3/2020) petang lalu,” ujar Robert bersama rekannya Anton Sitanggang.

Semestinya, kata Robert, salinan putusan kasasi MA diterima oleh kuasa hukum setelah ada permintaan secara tertulis. Namun yang terjadi salinan putusan tersebut dikirim oleh satpam ke rumah kliennya, dengan ungkapan atas permintaan lisan dari dirinya sebagai kuasa hukum.

Padahal, kata Robert, dirinya sama sekali tidak pernah meminta salinan putusan tersebut. Dan kalaupun itu benar, seharusnya salinan putusan tersebut dikirim kepadanya.

Advertisement

”Ya kalaupun itu benar, seharusnya salinan putusan dikirim ke kami dong. Ini relasi pemberitahuan soal putusan saja belum ada, kok salinan putusan sudah bisa lari-lari. Ini dokumen negara loh. Jangan-jangan dicuri dari dalam nih,” terang Robert.

BACA JUGA  Dewan Pers Dorong Profesionalisme Media di Pemilu 2024

Dikatakan Robert, dugaan pemalsuan dokumen tersebut diduga karena adanya kerja sama antara oknum PN Tangerang dengan Jaksa di Kejaksaan Kabupaten Tangerang. Hal ini terbukti dengan surat pernyataan dari CWU seorang pegawai honorer di PN Tangerang.

Dalam surat tertanggal 26 Februari 2020 diatas materai, CWU mengaku membuat sendiri salinan putusan kasasi, karena disuruh oleh oknum jaksa, tanpa sepengetahuan atasan. Setelah memalsukan tanda tangan, kemudian diajukan ke Panitera PN Tangerang untuk ditanda tangani dan berhasil.

Advertisement

Yang menarik dari semua ini, kata Robert, kepala Panitera PN Tangerang dengan mudah menandatangani salinan putusan kasasi MA tanpa meneliti terlebih dahulu.

“Ternyata ada oknum kejaksaan yang intervensi ke Pengadilan. Ini diakui oleh oknum pengadilan. Jadi kongkalingkong mafia yang bisa intervensi proses pengadilan ini yang akan kami bongkar,” tegas Robert.

Berawal dari sengketa Perdata

Advertisement

Sekedar informasi bermula dari sengeta batas tanah antara Sriwitin Lee (klien kami) dengan Minanto Wiyono. Dalam prosesnya, gugatan klien kami menang hingga pengadilan tinggi.

Tak terima dengan putusan tersebut, pihak lawan mengajukan perlawanan hukum kasasi ke MA.

BACA JUGA  Top! Caleg DPRI RI Ardy Mbalembout: Pegiat Seni Budaya Perlu Difasilitasi dan Diapresiasi

“Persoalannya proses perlawanan hukum tersebut diplintir oleh oknum tertentu, sehingga kilen kami kemudian dipidanakan berupa hukuman percobaan selama satu tahun,” ujar Robert.

Advertisement

Bahkan pada saat proses kasasi masih berjalan di MA, pelapor atas nama Minanto Wiyono mengajukan gugatan perdata di PN Tangerang. Namun uniknya dalam gugatannya Minanto Wijoyo menggunakan nama lain, yaitu Min Hong, sehingga dipertanyakan oleh tergugat.

Disinilah blunder terjadi. Sesuai peraturan MA, ketika didaftarkan ke pengadilan, tugas penitera memeriksa identitas penggugat. Kami sudah bersurat secara resmi kepada Dinas Dukcapil DKI Jakarta. Lalu mereka menjawab ketiga KTP ini berbeda. Bahkan KTP principal yang dicantumkan dalam gugatan juga tidak  terdaftar.

“Dalam eksepsi kami sudah mempersoalkan ketidakjelasan identitas prinsipal penggugat sesuai dengan yang tertera dalam gugatannya. Apalagi dalam proses persidangan kami kembali menemukan 2 identitas tambahan milik pengugat, sehingga identitas penggugat menjadi 5,” jelas Robert.

Advertisement

Dalam proses pesidangan yang sudah berlangsung 3 kali, kuasa hukum tergugat kembali menolak menunjukan identitas kliennya.

“Mereka hanya janji-janji saja untuk menunjukan KTP di persidangan. Sampai 3 kali persidangan kuasa hukum penggugat menolak menunjukan identitas kliennya.  Berdasarkan fakta ini seharusnya pengadilan bisa menolak gugatan sedari awal,” jelas Robert.

Adapun Majelis Hakim yang diketuai Sucipto SH telah memerintahkan kuasa hukum penggugat untuk menunjukkan identitas kliennya pada sidang selanjutnya.

Advertisement

“Tolong ya pengadilan ini bukan untuk main-main. Jadi tolong diserahkan saja identitas klien anda. Justru kalau nggak diserahkan, nanti ada tanda tanya ada apa dengan semua ini. Apalagi sekarang sudah era digital jadi nggak usah pusing-pusing untuk menghadirkan klien anda. Cukup kirimkan file KTP kilen anda melalui aplikasi whats app yang kemudian dicetak dan bawa ke ruang persidangan,” ujar Sucipto.

BACA JUGA  Dewan Pers: Perpres Publisher Rights Untungkan Semua Pihak

Upaya Menghalangi PK

Sejatinya lanjut Robert, pihaknya sedang berupaya mempersiapkan proses Peninjauan Kembali (PK) untuk memperjuangkan keadilan bagi klien-nya. Namun, pihaknya menduga ada kesengajaan yang patut diduga dilakukan oleh lawan kami untuk mengirimkan salinan putusan yang seolah-olah resmi untuk menghabiskan tenggat waktu pengajuan PK sehingga kami nggak bisa lagi mengajukan PK.

Advertisement

Pasal 69 UU No.14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah UU No. 5 Tahun 2004 tentang MA menyatakan tenggang waktu pengajuan permohonan PK adalah 180 hari sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.

“Memang putusan kasasi sudah incraht, tapi kami masih punya kesempatan untuk mengajukan PK. Jadi kami lihat ada kesengajaan yang patut diduga dilakukan oleh lawan kami untuk mengirimkan salinan putusan yang seolah-olah resmi untuk menghabiskan tenggat waktu pengajuan PK sehingga kami nggak bisa lagi mengajukan PK. Inilah pangkal masalahnya. Jadi ada kekuatan terselubung atau sponsor yang bermain dibalik terbitnya salinan putusan palsu ini,” tandas Robert.

 

Advertisement

 

 

 

Advertisement

Continue Reading
Advertisement

Trending