InfoMoneter.co – Sejumlah tokoh muda asal Nusa Tenggara Timur (NTT) di Jakarta merespon keras isi konten tiktoker Richard Thedore yang menyebut orang NTT tidak jujur.
Di antaranya adalah Dr. (c) MM Ardy Mbalembout, SH, MH, CLA AllArb. Ia mendesak aparat kepolisian untuk segera memanggil dan memeriksa TikToker Richard Theodere.
Sebelumnya, konten di akun TikTok Richard Theodere yang melakukan tes kejujuran orang NTT viral dan menjadi perbincangan hangat warganet. Warganet geram dan tak sedikit yang mencari sang TikToker untuk memberinya pelajaran.
“Kita berharap pihak kepolisian memanggil dan menyidik saudara Richard. Karena kalau dibiarkan ini akan menimbulkan dampak yang lebih besar, apalagi kita tahu sekarang tahun-tahun politik, semuanya bisa dipolitisir,” ungkap Ardy kepada awak media di Jakarta, Kamis, (15/6/23).
Turut hadir dan menyatakan pendapart dalam konferensi pers di kantor Law Firm Mbalembout & Associates, MTH Residence, Otista, Jakarta Timur adalah Advokat Fransiska Xaveria Wahon, SH, CTL dan akademisi Maksimus Ramses Lalongkoe, S.Sos, M.Sc.
Menurut Ardy, tudingan Richard Theodere telah melukai perasaan warga NTT di seluruh Indonesia. Mereka juga mendesak agar Richard segera diproses hukum.
“Bagi saya ini tentu sangat mengganggu dan melukai perasaan kita. Kami juga mendapatkan informasi kemarahan dari orang-orang NTT, banyak yang informasi ke kita, tentunya masyarakat NTT yang ada di NTT dan diaspora NTT di seluruh wilayah nusantara. Mereka sangat marah dan banyak yang meminta untuk diproses,” katanya.
Alumnus magister hukum Universitas Atmajaya itu juga menegaskan, persoalan ini harus segera diproses secara hukum demi mencegah aksi-aksi yang tidak diinginkan, seperti peradilan jalanan.
“Bahkan anak-anak muda ada yang ingin melakukan proses pengadilan jalanan, tetapi kita sampaikan agar persoalan ini diselesaikan lewat jalur hukum,” ungkapnya.
Menurut Ardy, secara hukum penyampaian konten TikTok Richard Theodore, patut diduga telah melanggar Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) Tahun 2006, dengan ancaman hukuman 4 tahun dan atau denda 750 juta rupiah.
Selain itu juga melanggar Pasal 28 ayat 2 tentang menghasut untuk membenci terhadap suatu etnis tertentu, serta diduga melanggar Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang diskriminasi terhadap Ras.
Ia menegaskan, perbuatan Richard Theodore tersebut terkait dengan pasal-pasal dalam UU ITE dan KUHP, merupakan Delic Umum sehingga penyidik tidak perlu ada pengaduan formil dari masyarakat tetapi harus secara pro aktif menyidik dengan cara memanggil yang bersangkutan agar dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.
“Dari sisi hukum jelas ini masuk dalam pelanggaran hukum, karena dikategorikan telah mendorong orang untuk membuat rasa kebencian terhadap suatu kaum, suatu golangan,” tegasnya.
Sebelumnya, Richard Theodore ramai dihujat warganet usai membuat konten tes kejujuran orang NTT di TikTok.
Dalam kontennya tersebut, Richard Theodore sengaja meninggalkan ponselnya di sebuah warung untuk membuktikan apakah pemilik warung, Pak Asman, akan mengambilnya atau tidak.
Saat Richard Theodore kembali ke warung tersebut, ternyata Pak Asman tidak menyentuh ponselnya sama sekali dan menolak diberi uang.
Sayangnya, Richard Theodore sempat menyiggung ‘orang-orang NTT tidak jujur’, bukan ‘pemilik warung yang tidak jujur’